Ketua Bawaslu Depok: Regulasi Pengawasan Pemilu Harus Diperkuat

2

Ketua Bawaslu Kota Depok, Fathul Arief, menegaskan bahwa penguatan regulasi menjadi kunci utama agar fungsi pengawasan pemilu di tingkat daerah dapat berjalan efektif. Pernyataan ini ia sampaikan dalam forum Komisi II DPR RI bertema “Evaluasi dan Penguatan Peran Bawaslu Melalui Kolaborasi dengan Stakeholder untuk Pemilu dan Pemilihan yang Demokratis di Kota Depok”, Kamis (18/9/2025).

Menurut Fathul, Bawaslu daerah masih kerap dihadapkan pada berbagai keterbatasan, mulai dari jumlah dan kapasitas sumber daya manusia, minimnya kewenangan, hingga lemahnya payung hukum yang tersedia.

“Tanpa regulasi yang kuat, pencegahan maupun penindakan pelanggaran pemilu sulit maksimal,” ujarnya.

Ia menilai, kompleksitas Pemilu serentak menambah beban pengawasan. Dinamika politik lokal, potensi konflik antarpendukung, hingga derasnya arus disinformasi di ruang digital menuntut Bawaslu agar lebih adaptif.

“Pengawasan tidak boleh sebatas administratif. Ruang regulasi harus memungkinkan Bawaslu bergerak lebih luwes, termasuk dalam memantau kampanye digital dan praktik politik uang,” lanjut Fathul.

Dalam kesempatan yang juga dihadiri anggota Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, Fathul menekankan pentingnya membangun kerja sama lintas pihak. Menurutnya, Bawaslu tidak bisa bekerja sendirian.

“Sinergi dengan pemerintah daerah, aparat keamanan, ormas, hingga media menjadi syarat mutlak agar pengawasan tidak berhenti hanya sebagai formalitas,” tegasnya.

Selain itu, ia menyoroti perlindungan hukum bagi para pengawas pemilu di lapangan. Fathul menyebut, pengawas tingkat bawah sering menghadapi intimidasi maupun tekanan politik tanpa perlindungan memadai.

“Regulasi ke depan harus juga menjamin keamanan dan perlindungan bagi pengawas, karena mereka adalah garda terdepan menjaga integritas setiap tahapan pemilu,” pungkasnya.

Pernyataan Fathul menegaskan perlunya reformulasi kelembagaan Bawaslu melalui regulasi yang lebih kuat, agar peran pengawasan benar-benar bisa menjaga keadilan dan kualitas demokrasi, bukan sekadar simbolis.

Komentar

komentar

BAGIKAN