Di sebuah jalan kecil di kawasan Kampung Serab, Kelurahan Tirtajaya, Depok, terdapat sebuah garasi yang tak lagi dipakai sebagai tempat menyimpan kendaraan. Ruang sederhana itu kini berubah menjadi galeri kecil bernama Batik Puri Ambary, milik Ambar, perajin batik yang memilih setia berkarya dengan pewarna alami.
Di dalamnya, kain-kain batik dengan motif khas Depok tersusun rapi. Ada busana pria dan wanita, ada juga kain lembaran yang memamerkan kelembutan warna dari bahan-bahan alam. “Inilah hasil karya saya. Tidak banyak, tapi tetap saya syukuri,” ucap Ambar sambil tersenyum sembari merapikan koleksinya.
Perjalanan Ambar di dunia batik dimulai pada 2016, bertepatan dengan ulang tahun ke-17 Kota Depok. Namun langkah awalnya tidak mudah. Saat belajar membatik di Museum Batik Indonesia, ia mengalami kecelakaan kerja: tangannya terkena cairan malam panas hingga harus menjalani operasi plastik. Rasa sakit itu begitu membekas, sempat membuatnya takut untuk melanjutkan.
Namun semangat Ambar tak berhenti di situ. Berbekal dukungan suami dan cintanya pada batik, ia bangkit kembali. Ambar kemudian menimba ilmu ke Yogyakarta, di mana ia menemukan pewarna alam sebagai jalan baru. “Waktu coba pakai warna alam, tangan saya aman. Lebih sehat juga, karena tidak ada bau menyengat. Dari situ saya mulai jatuh cinta dengan warna alam,” ceritanya.
Bagi Ambar, warna alami memang tidak sekuat pewarna sintetis, tetapi justru itulah pesonanya. Lembut, natural, dan unik, karena berasal dari kayu, daun, dan berbagai sumber daya alam. Demi memperkaya pengetahuan, ia berkeliling ke berbagai daerah—Jakarta, Yogyakarta, Solo, hingga Kulonprogo—untuk mempelajari ragam teknik serta bahan pewarna.
Kini, garasi rumahnya telah bertransformasi menjadi ruang pameran batik ramah lingkungan. Dari tempat kecil itu, Ambar membuktikan bahwa luka bisa menjadi titik balik, dan kecintaan terhadap budaya mampu melahirkan karya yang bukan hanya indah, tetapi juga bersahabat dengan alam.