Setiap musim Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), ribuan orang tua di Kota Depok kembali menghadapi dilema yang sama: terbatasnya kursi di sekolah negeri. Situasi ini telah menjadi keluhan tahunan, namun hingga kini belum juga ada solusi konkret.
Depok, kota berpenduduk hampir 2,1 juta jiwa, hanya memiliki 15 SMA Negeri dan 6 SMK Negeri. Padahal, jumlah lulusan SMP mencapai lebih dari 40.000 siswa setiap tahun. Dengan daya tampung yang hanya separuh dari kebutuhan, ribuan siswa dipaksa berebut nasib seperti “undi lotre”.
“Anaknya rajin, nilainya bagus, tapi tetap nggak dapat sekolah negeri. Kursinya terlalu sedikit,” ujar Udin, warga Cimanggis, yang anaknya gagal masuk SMAN tahun ini.
Kekecewaan serupa dirasakan banyak keluarga. Mereka kini menuntut Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, agar tidak hanya vokal di media, melainkan turun langsung meninjau kondisi di lapangan.
“Kami minta Pak Dedi jangan cuma bicara soal moral. Pendidikan anak-anak Depok butuh tindakan nyata. Datanglah ke sini, lihat sendiri bagaimana sulitnya cari sekolah negeri,” kata Andi, pemerhati pendidikan dari Tapos, Kamis (18/9/2025).
Desakan juga dialamatkan kepada Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Wahyu Wijaya. Sebelumnya, Wahyu mengakui masih ada 130 kecamatan di Jabar yang belum memiliki SMA/SMK Negeri. Namun, hingga 2026, pembangunan hanya akan difokuskan pada 33 kecamatan.
“Kita bangun bertahap sesuai kemampuan anggaran,” ujarnya singkat.
Bagi keluarga berada, solusi alternatif tersedia: sekolah swasta atau pindah ke luar kota. Tetapi bagi keluarga kurang mampu, opsi itu hampir mustahil.
“Ini bukan sekadar soal kuota, tapi soal keadilan. Kalau sekolah negeri minim, anak-anak miskin yang paling dirugikan,” tegas Atun, orang tua siswa asal Tapos.
Akibatnya, tak sedikit remaja Depok yang akhirnya berhenti sekolah atau masuk ke sekolah swasta dengan biaya tinggi, meskipun kualitasnya tidak selalu terjamin. Situasi ini semakin memperlebar jurang ketimpangan sosial.
Kondisi Depok sejatinya mencerminkan persoalan sistemik di Jawa Barat. Berdasarkan data BPS Jabar 2025, dari 4,3 juta penduduk usia 15–19 tahun, hanya 2,1 juta yang tercatat aktif bersekolah di SMA/SMK/MA, baik negeri maupun swasta. Artinya, lebih dari dua juta remaja tidak lagi terlibat dalam pendidikan formal.
Sebagai kota dengan pertumbuhan penduduk tercepat sekaligus wajah urbanisasi, Depok menjadi contoh nyata lemahnya perencanaan pendidikan jangka panjang.
Masyarakat kini menagih janji. Mereka meminta Gubernur Dedi Mulyadi bersama Kadisdik Wahyu Wijaya segera menambah sekolah negeri di Depok, bukan sekadar menunda dengan alasan perencanaan.
“Jangan biarkan krisis ini jadi rutinitas tahunan setiap PPDB. Bangun sekolahnya sekarang, jangan hanya rancangannya,” tegas Atun.
Lebih jauh, warga juga menuntut adanya peta kebutuhan pendidikan yang jelas, proyeksi pertumbuhan jumlah pelajar, serta kebijakan anggaran yang benar-benar berpihak pada layanan dasar pendidikan.