Depok (11/11/2025) – Paspor Indonesia saat ini menempati peringkat 54 dunia dalam daftar paspor terkuat. Artinya, pemegang paspor Indonesia hanya bisa mengunjungi 92 negara tanpa visa, jauh di bawah negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Mengapa demikian? Berikut tiga alasan utama yang menjelaskan lemahnya kekuatan paspor Indonesia.
1. Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang Rendah
Negara dengan PDB per kapita tinggi umumnya memiliki akses bebas visa yang lebih luas, sebagaimana tercatat dalam data Bank Dunia. Indonesia masih tergolong negara dengan PDB per kapita rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura atau Malaysia.
Negara-negara kaya cenderung lebih dipercaya oleh negara lain untuk membuka akses tanpa visa karena dinilai lebih menguntungkan secara ekonomi—baik dari segi perdagangan, pariwisata, maupun investasi.
Selain itu, warga negara berpenghasilan tinggi dianggap tidak berpotensi menimbulkan beban sosial atau ekonomi di negara tujuan, seperti migrasi ilegal atau permohonan suaka. Sebaliknya, warga negara dari negara berpendapatan rendah biasanya menghadapi pembatasan ketat karena dianggap berisiko lebih tinggi untuk tinggal secara ilegal.
2. Stabilitas Politik dan Keamanan yang Rentan
Selain faktor ekonomi, stabilitas politik dan keamanan juga sangat berpengaruh terhadap kekuatan paspor. Indonesia masih dikategorikan sebagai negara dengan tingkat kerentanan menengah, karena faktor-faktor seperti kerusuhan, konflik sosial, hingga ancaman terorisme yang masih pernah terjadi.
Menurut Indeks Paspor Henley dan Indeks Negara Rapuh (The Fund for Peace), negara-negara yang dianggap rapuh umumnya memiliki akses perjalanan yang terbatas. Negara seperti Somalia, Sudan Selatan, dan Suriah adalah contoh ekstrem, di mana tingkat ketidakstabilan tinggi berdampak langsung pada rendahnya skor bebas visa mereka.
Selain sulit memperoleh bebas visa, warga dari negara yang tidak stabil juga lebih sulit mendapatkan visa saat melamar ke negara lain, karena dinilai berisiko terhadap keamanan dan potensi imigrasi berlebihan.
3. Lemahnya Kualitas Demokrasi
Faktor terakhir yang turut memengaruhi kekuatan paspor adalah kualitas demokrasi. Meski tidak sekuat pengaruh ekonomi dan stabilitas politik, penelitian dari Varieties of Democracy (V-Dem), Universitas Gothenburg, Swedia, menunjukkan adanya korelasi antara demokrasi dan kebebasan bepergian.
Negara demokratis cenderung memiliki skor bebas visa lebih tinggi dibandingkan negara otoriter. Rata-rata, pada tahun 2020 negara demokrasi memiliki 133 destinasi bebas visa, sedangkan negara non-demokratis hanya 83 destinasi.
Namun, hubungan ini tidak selalu mutlak. Faktor ekonomi dan keamanan tetap menjadi penentu utama, sedangkan demokrasi lebih berperan sebagai penunjang reputasi internasional suatu negara.
Secara keseluruhan, lemahnya paspor Indonesia mencerminkan tantangan ekonomi, politik, dan diplomatik yang masih harus dibenahi. Meningkatkan stabilitas dalam negeri, memperkuat demokrasi, serta memperluas kerja sama internasional bisa menjadi kunci untuk memperkuat posisi paspor Indonesia di mata dunia.





































