Depok (12/11/2025) – Museum Nasional Suriah di Damaskus kembali menjadi sorotan dunia setelah dilaporkan mengalami perampokan besar pada Minggu malam (9/11/2025). Sejumlah artefak bersejarah dari era Romawi dilaporkan hilang, memperparah kekhawatiran akan maraknya penjarahan warisan budaya di negara yang baru saja terguncang oleh pergolakan politik.
Insiden ini baru terungkap pada Senin dini hari setelah petugas menemukan beberapa ruang pamer berantakan. Associated Press melaporkan bahwa para pencuri berhasil membawa kabur beberapa patung kuno, sementara media lokal menyebut enam batang emas termasuk di antara barang berharga yang turut raib. Saat ini, penyelidikan tengah dilakukan oleh otoritas setempat.
Peristiwa ini terjadi di tengah situasi yang belum stabil pasca jatuhnya pemerintahan Bashar al-Assad, yang digulingkan tahun lalu setelah lebih dari satu dekade perang saudara. Penggulingan Assad memicu bentrokan baru antara rezim penguasa yang baru dengan berbagai kelompok bersenjata yang berebut pengaruh di ibu kota.
Dewan Museum Internasional (ICOM) yang berbasis di Paris sebenarnya telah memperingatkan pada Juni lalu mengenai meningkatnya aktivitas pasar gelap artefak di Suriah. Mereka menyoroti meningkatnya kasus penjarahan dan perdagangan ilegal benda-benda bersejarah. Menyusul peringatan itu, UNESCO bersama Direktorat Barang Antik Suriah sempat meluncurkan proyek untuk memperkuat sistem keamanan museum pada Agustus 2025.
Didirikan pada tahun 1919, Museum Nasional Damaskus merupakan salah satu museum tertua dan paling berpengaruh di dunia Arab. Koleksinya mencakup artefak dari berbagai peradaban yang pernah berkembang di Suriah — mulai dari Sumeria, Yunani, hingga Romawi. Museum ini sempat ditutup selama perang saudara pada 2012, lalu dibuka kembali secara bertahap pada 2018, sebelum akhirnya beroperasi penuh pada Januari 2025.
Kekacauan politik di Suriah kembali memanas setelah kelompok jihadis Hayat Tahrir al-Sham (HTS) merebut Damaskus pada akhir 2024. Pemimpin HTS, Ahmed al-Sharaa, kini menjabat sebagai presiden setelah penggulingan Assad.
Pada Senin lalu, Ahmed al-Sharaa bertemu Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Washington, usai namanya dihapus dari daftar “teroris global” oleh Departemen Luar Negeri AS. Dalam pertemuan itu, Suriah menyatakan kesediaannya bergabung dengan koalisi internasional pimpinan AS untuk melawan kelompok Negara Islam (ISIS).
Langkah ini dipandang simbolis, mengingat ISIS pernah menjadi dalang kehancuran sejumlah situs arkeologi penting di Suriah, termasuk kota kuno Palmyra pada tahun 2015. Kala itu, kelompok militan tersebut menghancurkan monumen berusia dua milenium seperti Kuil Bel, menjarah artefak berharga, dan mengeksekusi kepala arkeolog situs bersejarah tersebut.
Kini, dengan hilangnya artefak-artefak Romawi dari Museum Nasional, dunia kembali diingatkan betapa rapuhnya warisan budaya di tengah kekacauan politik dan konflik bersenjata.





































