Warga Beji, Depok, dikejutkan oleh kabar tragis. Seorang pria berinisial Pw (53) ditemukan meninggal dunia dengan cara gantung diri di kediamannya, Sabtu (20/9/2025) malam. Yang membuat peristiwa ini semakin menyita perhatian adalah sepucuk surat yang ditinggalkan korban, ditujukan kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Kasi Humas Polres Metro Depok, AKP Made Budi, menjelaskan bahwa jasad korban pertama kali ditemukan istrinya sekitar pukul 23.45 WIB di lantai dua rumah mereka.
“Korban sudah tergantung di kusen pintu kamar dengan menggunakan tali tambang plastik warna biru,” ungkap Made, Minggu (21/9/2025).
Istri korban yang panik langsung berteriak meminta pertolongan warga. Namun sayang, nyawa Pw sudah tak tertolong.
Saksi menuturkan, sebelum peristiwa nahas itu, korban sempat bercengkerama dengan keluarga. Mereka menonton televisi bersama di lantai bawah. Setelah itu, korban masuk kamar dan tidur bersama istri serta anak bungsunya. Namun tak lama kemudian, korban bangun dan keluar kamar. Saat sang istri mencarinya, sekitar pukul 23.30 WIB, ia mendapati suaminya sudah dalam keadaan tergantung.
Di dekat jasad Pw ditemukan surat berlumuran darah yang dialamatkan untuk Kang Dedi. Berikut potongan isinya:
Surat untuk KDM Gubernur Jawa Barat
Saya datang ke rumah bapak, bersama istri, berharap bapak bisa menolong saya. Tapi ternyata sia-sia.
Hari ini bapak kehilangan satu warga, di mana harusnya bapak bisa menyelamatkan warga bapak. Semoga bapak mau mendengar keluh kesah saya.
AKP Made membenarkan temuan surat tersebut. “Kertas ada di dada korban, terkena darah yang keluar dari mulutnya,” jelasnya.
Pihak keluarga menyatakan pasrah atas kejadian ini, sementara polisi masih mendalami motif di balik dugaan bunuh diri tersebut.
Kontroversi Tunjangan Gubernur
Kasus ini terjadi di tengah sorotan publik terhadap besarnya tunjangan Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi. Belakangan, angka tunjangan yang dikaitkan mencapai sekitar Rp33 miliar menjadi perbincangan hangat.
Dedi pun memberi klarifikasi lewat akun media sosialnya. Menurutnya, gaji pokok gubernur beserta tunjangannya hanya sekitar Rp8,1 juta per bulan. Ia menegaskan, beberapa fasilitas resmi seperti baju dinas dan mobil dinas bahkan tidak diambilnya.
“Soal baju dinas, saya coret anggarannya, beli sendiri. Mobil dinas juga tidak saya gunakan,” ucap Dedi.
Ia juga mengungkapkan, biaya perjalanan dinas yang sebelumnya mencapai Rp1,5 miliar per tahun sudah ditekan menjadi Rp750 juta, dan pada APBD Perubahan 2025 bahkan hanya tersisa Rp100 juta. Hingga September, baru terpakai Rp74 juta.
Lebih lanjut, Dedi menjelaskan soal dana operasional gubernur yang menurut aturan berjumlah 0,15 persen dari PAD. Dari realisasi PAD sekitar Rp28 miliar, ia menerima Rp21,6 miliar per tahun.
Namun, ia mengklaim seluruh dana tersebut dialokasikan untuk kebutuhan masyarakat: membantu biaya rumah sakit, memperbaiki rumah roboh, mengecat sekolah, hingga membangun jembatan. “Semua untuk rakyat, bukan kepentingan pribadi,” tegasnya.
“Kalau Dihapus, Korban Akan Lebih Banyak”
Meski menyatakan siap bila tunjangan dihapus, Dedi mengingatkan konsekuensi besar yang bisa terjadi.
“Kalau biaya operasional dihapus, nanti banyak masyarakat yang tidak bisa terbantu secara cepat. Ada yang sakit, rumah roboh, anak yatim butuh biaya sekolah, itu akan terhambat,” jelasnya.
Ia menambahkan, dana tersebut seringkali dipakai untuk kebutuhan darurat yang tidak tercatat di APBD. “Kalau itu hilang, akan ada banyak nyawa yang tak tertolong,” ujar Dedi.
Menurutnya, yang dirugikan bukan dirinya pribadi, melainkan masyarakat Jawa Barat. “Kalau rakyat butuh bantuan cepat sementara anggarannya tidak ada, maka bantuan itu tak bisa diberikan,” tutupnya.