Depok (11/12/2025) – Simposium Internasional 2025 tentang Penggunaan Teknologi Antariksa secara Damai – Kesehatan (IPSPACE 2025) resmi dibuka pada Selasa (9/12) di Boao, Hainan, China, menyatukan sekitar 50 pakar dan astronaut internasional. Acara tiga hari ini menjadi forum kritis untuk membahas penguatan kerja sama antariksa global dan mengatasi tantangan bersama yang mengancam pertumbuhan sektor ini.
Antariksa sebagai Infrastruktur Bersama
Para peserta simposium secara bulat menyoroti bahwa masa depan industri antariksa terletak pada kolaborasi, bukan upaya yang terisolasi. Driss El Hadani, Wakil Direktur Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Luar Angkasa (UNOOSA), menekankan pandangan ini.
“Antariksa merupakan infrastruktur terbesar yang dimiliki oleh seluruh umat manusia,” kata El Hadani.
Ia menggarisbawahi urgensi upaya kolektif untuk menghadapi tantangan bersama, seperti keterbatasan sumber daya orbit dan ancaman serius dari puing-puing antariksa (space debris).
Peran China dan Filosofi Kompetisi
Astronaut Italia, Paolo Nespoli, memperkuat sentimen tersebut, menekankan bahwa pengembangan dirgantara harus dicari melalui kerja sama bersama dan adanya “peningkatan timbal balik melalui kompetisi.”
Senada dengan itu, Luo Ge, Direktur Jenderal Asosiasi Aplikasi Penginderaan Jauh China, menyatakan bahwa pengembangan industri antariksa China akan dipercepat melalui peningkatan kerja sama global. Hal ini, menurutnya, akan memastikan manfaat dari kemajuan dirgantara China dapat dibagikan kepada semua negara yang berpartisipasi.
Simposium ini menegaskan kembali bahwa untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan di sektor antariksa, solusi terhadap masalah-masalah kompleks seperti manajemen orbit dan puing harus dicapai melalui konsensus dan tindakan internasional.




































