Uranium Terkuras: Jejak Senyap yang Tersisa dari Perang Kosovo

3

Depok (11/11/2025) – “Aku masih bisa mengingat hari itu dengan jelas,” ujar Emerico Maria Laccetti, mantan kolonel yang pernah memimpin divisi militer Palang Merah Italia.

Tahun 1999, di tengah panasnya Perang Kosovo, Laccetti ditugaskan di Albania, hanya beberapa ratus meter dari garis perbatasan Kosovo. Di sana, ia memimpin rumah sakit lapangan yang didirikan untuk menampung para pengungsi yang melarikan diri dari wilayah konflik yang kala itu masih menjadi bagian dari Serbia.

Ia menatap jauh ke arah langit yang dipenuhi cahaya. “Kami berdiri di atas kontainer, menyaksikan langit malam berubah menjadi merah menyala akibat pengeboman. Rasanya seperti menyaksikan pesta kembang api Tahun Baru — tapi versi yang paling mengerikan,” tuturnya. “Bahkan dari jarak itu, kami bisa merasakan gelombang kejutnya menghantam tubuh kami. Namun, tak seorang pun memberi tahu kami tentang bahaya sesungguhnya dari senjata yang digunakan.”

Maret 1999 menandai dimulainya Operasi Allied Force, ketika NATO turun tangan dalam konflik antara Serbia dan etnis Albania di Kosovo. Intervensi ini datang setelah ketegangan selama bertahun-tahun berubah menjadi kekerasan terbuka. Serangan udara bertubi-tubi mengguncang wilayah Balkan selama berbulan-bulan, meninggalkan kehancuran dan luka panjang yang tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga ekologis.

Kini, lebih dari dua dekade kemudian, suara ledakan memang telah lama berhenti. Namun, warisan senjata uranium terkuras yang digunakan kala itu masih menyisakan persoalan yang belum tuntas — racun tak kasat mata yang terus menghantui tanah, udara, dan manusia di bekas medan perang tersebut.

Komentar

komentar

BAGIKAN