Pilkada Depok Layu Sebelum Berkembang?

122

Oleh: Rudenk RDS

Beginilah kalau pilkada hanya berselang beberapa bulan dari pemilu legislatif. Mesin-mesin partai ber-cc tinggi masih kuat melibas tanjakan, sementara mesin yang pas-pasan akan habis tenaga, sudah aus dan napasnya kembang kempis.

Seperti yang terjadi di Depok. Partai pemenang pemilu di selatan Jakarta, yaitu PKS masih bugar dengan menyodorkan Wakil Walikota petahana untuk di-upgrade menjadi Walikota, berpasangan dengan Partai Golkar yang memajukan kader wanitanya. Imam Budi Hartono berduet dengan Ririn Farabi, sedang menunggu pasangan lain maju ke lapangan.

Dua partai itu mesinnya masih meraung meski beda bahan bakar. Yang satu diasup oleh jumlah dan militansi kader yang riil, sedang yang satu diasup dengan minyak finansial yang berlimpah.

Baca juga  Solid! PKS Kemirimuka dan Pondokcina Totalitas Menangkan Imam-Ririn

Partai lain tak terdengar letupannya. PDIP yang biasanya garang menjadi garing. Apalagi terjadi degradasi kursi DPRD yang signifikan, dari 10 menjadi 6.

Gerindra pun sudah layu sebelum berkembang. Sekian banyak minyak finansial dibakar di mesin pilkada, hasilnya malah antiklimaks. Kursi mereka ikut turun dari 8 menjadi 6.

Begitu juga partai lain seperti PAN yang semakin redup menyisakan 2 kursi atau PPP yang stagnan. Sementara Demokrat yang kursinya bertambah suaranya urung terdengar memeriahkan pertarungan pilkada.

Di suatu sudut terdengar sayup-sayup kader PKB seperti ingin memberi warna. Namun ketika diperdengarkan dari dekat, ada gema negatif campaign dengan narasi “anti tahlil” dan “anti maulid”, jelas mengarah ke PKS. Bukan suara resmi partai memang, mungkin segelintir oknum.

Baca juga  Wow! Ternyata Bang Imam Calon Walikota Depok, Dulunya Guru STM

Padahal di tingkat nasional dua partai itu baru saja mesra dengan mengusung calon bersama.

Depok memang dekat dengan Jakarta. Tapi tidak seseksi yang orang-orang bayangkan. APBDnya rendah. Hanya kota pemukiman penyangga bukan tempat khusus industri. Dihuni oleh kelas warga yang lebih mapan. Di kelas itu karakter orangnya lebih khas, yaitu penuntut dan gemar komplen. Itulah mengapa Depok lebih ramai dibanding kota lain.

Para bohir sebenarnya tak punya ketertarikan mengurus pilkada di kota ini. Hanya menghabiskan energi.

Baca juga  PKS, Ghirah Umat dan Realitas Politik yang belum Ideal

Partai-partai yang tergabung di Koalisi Indonesia Maju itu, pengurus pusatnya sedang sibuk berburu jabatan Menteri hingga komisaris. Ada ongkos pileg dan pilpres yang perlu dikompensasi.

Bisa jadi pada akhirnya pilkada Depok ini dijadikan kesempatan bagi PKS untuk memajukan dua pasangan, di mana satu pasangan lain dimajukan dengan meminjam partai lain. Tujuannya selain agar pasangan yang sudah settled tidak melawan kotak kosong, juga untuk mengangkat popularitas salah satu bidaknya.

Akankah begitu? Kita tunggu sajalah beberapa bulan ini, ada kejutan ataukah diem-diem bae?

Komentar

komentar